By : Siti Aminah
Sejarah pendidikan di Indonesia. Dalam masyarakat Indonesia
sebelum masuk kebudayaan Hindu, pendidikan diberikan langsung oleh orang
tua atau orang tua-orang tua dari masyarakat setempat mengenai
kehidupan spiritual moralnya dan cara hidup untuk memenuhi perekonomian
mereka. Masuknya dan meluasnya kebudayaan asing yang dibawa ke Indonesia
telah diserap oleh Bangsa Indonesia melalui masyarakat pendidikannya.
Lembaga Pendidikan itu telah menyampaikan kebudayaan tertulis dan banyak unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Pendidikan di Indonesia sebelum
kemerdekaan
Pendidikan di Indonesia pada zaman
sebelum kemerdekaan dapat digolongkan ke dalam tiga periode, yaitu: Pendidikan
yang berlandaskan ajaran keagamaan, Pendidikan yang berlandaskan kepentingan
penjajahan, dan Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan
Pendidikan yang berlandaskan ajaran
keagamaan meliputi:
1. Pendidikan Hindu-Budha.
Pendidikan pada zaman keemasan
Hindu-Budha yang berlangsung antara abad ke-14 hingga abad ke-16 masehi. Pada
periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di nusantara, sistem pendidikan
sepenuhnya bermuatan keagamaan yang dilaksanakan di biara-biara atau pedepokan.
Pada perkembangan selanjutnya, muatan pendidikan bukan hanya berupa ajaran
keagamaan, melainkan ilmu pengetahuan yang meliputi sastra, bahasa, filsafat,
ilmu pengetahuan, tata negara, dan hukum. Kerajaan-kerajaan hindu di tanah jawa
banyak melahirkan empu dan pujangga besar yang melahirkan karya-karya seni yang
bermutu tinggi. Pada masa, itu pendidikan mulai tingkat dasar hingga tingkat
tinggi dikendalikan oleh para pemuka agama. Pendidikan bercorak Hindu-Budha
semakin pudar dengan jatuhnya kerajaan Majapahit pada awal abad ke 16, dan
pendidikan dengan corak Islam dalam kerajaan-kerajaan Islam datang
menggantikannya
2. Pendidikan Islam
Pendidikan berlandaskan ajarna Islam
dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat India ke Nusantara pada abad
ke-13. Kehadiran mereka mula-mula terjalin melalui kontak teratur dengan para
pedagang asal Sumatra dan Jawa. Ajaran islam mula-mula berkembang di kawasan
pesisir, sementara di pedalaman agama Hindu masih kuat. Didapati pendidikan
agama Islam di masa prakolonial dalam bentuk pendidikan di surau atau langgar,
pendidikan di pesantren, dan pendidikan di madrasah.
3. Pendidikan Katolik dan Kristen-Protestan
Pendidikan Katolik berkembang mulai
abad ke-16 melalui orang-orang Portugis yang menguasai malaka. Dalam usahanya
mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa, mereka menyusuri pulau-pulau
Ternate, Tidore, Ambon, dan Bacan. Dalam pelayarannya itu, mereka selau
disertai misionaris Katolik-Roma yang berperan ganda sebagai penasihat
spiritual dalam perjalanan yang jauh dan penyebar agama di tanah yang
didatanginya. Kemudian Belanda menyebarkan agama Kristen-Protestan dan
mengembangkan sistem pendidikannya sendiri yang bercorak Kristen-Protestan.
Pendidikan yang berlandaskan kepentingan Penjajah :
1. Pendidikan pada zaman VOC
Sebagaimana bangsa Portugis
sebelumnya, kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia pada abad ke -16 mula-mula
untuk tujuan dagang dengan mencari rempah-rempah dengan mendirikan VOC. Misi
dagang tersebut kemusian diikkuti oleh misi penyebaran agama terutama dilakukan
dengan mendirikan sekolah-sekolah yang dilengkapi asrama untuk para siswa. Di
sana diajarkan agama Kristen-Protestan dengan bahasa pengantar bahasa Belanda,
dan sebagian menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-16, VOC mendirikan
sekolah di pulau-pulau Ambon, Banda, Lontar, dan Sangihe-Talaud. Pada periode
berikutnya, didirikan pula sekolah-sekolah dengan jenis dan tujuan yang lebih
beragam. Pendirian sekolah-sekolah tersebut terutama diarahkan untuk
kepentingan mendukung misi VOC di Nusantara
2. Pendidikan pada zaman kolonila Belanda
Pudarnya VOC pada akhir abad ke-18
menandai masa datangnya zaman kolonial Belanda. Sistem pendidikan diubah dengan
menarik garis pemisah antara sekolah Eropa dan sekolah Bumiputera. Sekolah
Eropa diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan anak-anak orang Eropa di
Indonesia, sedangkan sekolah-sekolah bumiputera tingkatan dan prestisenya lebih
rendah diperuntukkan bagi anak-anak bumiputra yang terpilih. Mulai akhir abad
ke-19 dan hingga dasawarsa awal abad ke-20, lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia sangat beragam, meliputi sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah
raja, sekolah petukangan, sekolah kejuruan, sekolah-sekolah khusus untuk
perempuan Eropa dan pribumi, sekolah dokter, perguruan tinggi hukum, dan
perguruan tinggi teknik. Untuk mengimbangi pendidikan Belanda, pada periode ini
berdiri pula lembaga-lembaga pendidikan bercorak keagamaan dan kebangsaan oleh
Muhamadiyah, taman siswa, INS kayutaman, Ma’arif dan perguruan Islam lainnya.
3. Pendidikan pada masa pendudukan Jepang
Meskipun singkat, berlangsung pada
tahun 1942-1945, masa pendudukan Jepang memberikan corak yang berarti pada
pendidikan di Indonesia. Tidak lama setelah berkuasa, Jepang segera menghapus
sistem pendidikan warisan Belanda yang didasarkan atas penggolongan menurut
bangsa dan status sosialnya. Tingkat sekolah terendah adalah Sekolah Rakyat(SR)
, yang terbuka untuk semua golongnan masyarakat tanpa membedakan status sosial
dan asal-usulnya. Kelanjutannya adalah Sekolah Menengah Pertama(SMP) selama
tiga tahun, kemudian Sekolah Menengah Tinggi(SMT) selama tiga tahun. Sekolah
kejuruan juga dikembangkan, yaitu Sekolah Pertukangan, Sekolah Menengah Teknik
Menengah, Sekolah Pelayaran, dan Sekolah Pelayaran Tinggi. Sekolah Hukum dan
MOSVIA yang didirikan oleh Belanda dihapuskan. Di tingkat pendidikan tinggi,
pemerintah pendudukan Jepang didirikan Sekolah Tinggi Kedokteran (Ika Dai
Gakko)di Jakarta dan Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.
Perubahan lain yang sangat berarti bagi
Indonesia di kemudian hari ialah bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar
pertama di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan, dan bahasa pengantar
kedua adalah bahasa Jepang. Sejak saat itu, bahasa Indonesia berkembang pesat
sebagai bahasa pengantar dan bahasa komunikasi ilmiah. Tujuan pendidikan pada
zaman Jepang
diarahkan untuk mendukung pendudukan Jepang dengan menyediakan tenaga kerja
kasar secara cuma-Cuma yang dikenal dengan romusha.
Pendidikan di Indonesia setelah
kemerdekaan (1945-1969)
Pendidikan dan pengajaran sampai
dengan tahun 1945 diselenggarakan oleh Kantor Pengajaran yang terkenal dengan
nama Jepang Bunkyo Kyoku dan merupakan bagian dari kantor yang
menyelenggarakan urusan pamong praja yang disebut dengan Naimubu. Segere
setelah diproklamasikannya kemerdekaan, Pemerintah Indonesia yang baru dibentuk
menunjuk Ki Hajar Dewantara, sebagai Menteri Pendidikan dan Pengajaran mulai 19
Agustus sampai dengan 14 November 1945, kemudian digantikan oleh Mr. T.G.S.G
Mulia dari tanggal 14 November 1945 sampai dengan 12 Maret 1946. Tidak lama
kemudian Mr. Dr. T.G.S.G Mulia digantikan oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret
1946 sampai dengan 2 Oktober 1946. Karena masa jabatan yang umumnya amat
singkat, pada dasarnya tidak banyak yang dapat diperbuat oleh para menteri
tersebut, apalagi Indonesia masih disibukkan dengan berbagai persoalan bangsa
setelah diproklamasikannya kemerdekaan.
1. Tujuan dan Kurikulum Pendidikan
Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan
pendidikan nasional Indonesia mengalami lima kali perubahan, mengikuti
perubahan dalam suasana kehidupan kebangsaan kita. Sebagaimana tertuang dalam
Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP&TK), Mr.
Suwandi, tanggal 1 Maret 1046, tujuan pendidikan nasional pada masa awal
kemerdekaan amat menanamkan penananman jiwa patriotisme. Hal ini dapat
dipahami, karena pada saat itu bangsa Indonesia baru saja lepas dari penjajahan
yang berlangsung ratusan tahun, dan masih ada gelagat bahwa Belanda ingin
kembali menjajah Indonesia. Oleh karena itu, penanaman jiwa patriotisme melalui
pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan negara yang baru
diproklamasikan.
Sejalan dengan perubahan suasana
kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami
perluasan; tidak lagi semata-mata menekankan jiwa patriotisme. Dalam
Undang-Undang No. 4/1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah, Bab II pasal 3 dinyatakan, ”Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah
membentuk manusia susila yang cakup dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”.
2. Sistem Persekolahan
Sistem persekolahan yang berlaku di
Indonesia pada awal kemerdekaan pada dasarnya melanjutkan apa yang telah
dikembangkan pada zaman pendudukan Jepang. Sistem dimaksud meliputi tiga
tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sistem persekolahan tersebut terus
dipertahankan dan merupakan sistem oersekolahan yang berlaku pada zaman
kemerdekaan, bahkan hingga tahun 1980-an. Hingga akhir tahun 1960-an, kalaupun
terjadi perubahan, hal ini lebih pada bentuk kelembagaannya. Perkembangan lain
yang terpenting dicatat pada era 1945-1969 ialah berrdirinya 42 Perguruan
Tinggi Negeri berupa universitas, institut dan sekolah tinggi yang umumnya
terletak di ibukota propinsi, sehingga kurun waktu tersebut dapat dikatakan
sebagai “era pertumbuhan PTN”
Pendidikan di Indonesia Saat ini
Pendidikan mempunyai tugas
menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan
selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu
memunculkan tantangan-tantangan baru, yang sebagiannya sering tidak dapat
diramalkan sebelumnya. Dalam rangka menciptakan sistem pendidikan nasional yang
mantap berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan nasional, serta mmapu
menjawab tantangan masa kini dan masa depan, pendidikan nasional dewasa ini
terus ditata dan dikembangkan dengan memberikan prioritas pada aspek-aspek yang
dipandang stategis bagi bangsa. Prioritas tersebut adalah pelaksanaan wajib
belajar pendidikan dasar sembilan tahun.
Pada tanggal 2 Mei 1994 waib belajar
pendidikan dasar 9 tahun untuk tingkat SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun
sebelumnya, tepatnya pada tanggal 2 Mei 1984, Indonesia juga memulai wajib
belajar 6 tahun untuk tingkat SD. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 6
menyatakan tentang hak warga negara untuk mengikuti pendidikan
sekurang-kurangnya tamat pendidikan dasar. Kemudin PP Nomor 28 Tahun 1990
tentang Pendidikan Dasar, Pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan
pendidikan 9 tahun, terdiri atas program pendidikan 6 tahun di SD dan program
pendidikan 3 tahun di SLTP. Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun
mempunyai dua tujuan utama yang berkaitan satu sama lain yaitu: meningkatkan
pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi semua kelompok umur 7-15
tahun dan untuk meningkatkan mutu sumber daya Indonesia hingga mencapai SLTP.
Dengan wajib belajar, maka
pendidikan minimal bangsa Indonesia yang semula 6 tahun ditingkatkan menjadi 9
tahun. Peningkatan lamanya wajib belajar dari 6 tahun menjadi 9 tahun
memungkinkan peserta didik untuk lebih lama belajar di sekolah. Hal ini
memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menempuh studi lanjutan dan
hidup di masyarakat.
Sejak dimulai pada tahun 1994,
program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun mencapai banyak kemajuan.
Indikator-indikator kuantitatif yang dicatat menunjukkan bahwa angka
partisipasi meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya ruang belajar, jumlah
guru, dan fasilitas belajar lainnya.